15 Oktober 2014

Tanam Paksa sejarah kelam pertanian INDONESIA


Pada masa awal ke-19 pemerintahan Belanda mengeluarkan dana yang sangat besar untuk membiayai peperangan di Eropa maupun di Indonesia, sehingga kerajaan Belanda harus menanggung hutang yang sangat besar. Kesulitan ekonomi semakin parah dengan terjadinya pemisahan Belgia (1830) dari Belanda, yang berakibat Belanda banyak kehilangan bisnis industrinya. Maka dari itu, muncul pemikiran Van den Bosch yakni culture stelsel.

Karena pada saat itu Van den Bosch menjabat sebagai gubernur jendral di Batavia. Disini beranda menjadikan daeerah jawa sebagai sapi perah, guna memenuhi pembendaharaannya. Dengan tujuan memperoleh pendapatan sebanyak mungkin dalam waktu singkat. Pemerintah kolonial mengerahkan tenaga rakyat tanah jajahan untuk mengusahakan tanaman-tanaman komoditas dunia. Dengan menggunakan kebijakan-kebijakan berikut :


(1) Rakyat wajib menyediakan seperlima lahan garapannya untuk ditanami tanaman wajib (tanaman berkualitas ekspor).

(2) Lahan yang disediakan untuk tanaman wajib dibebaskan dari pembayaran pajak tanah.

(3) Hasil panen diserahkan kepada pemerintah kolonial. Kelebihan hasil panen dibayarkan kembali kepada rakyat;

(4) Tenaga dan waktu yang diperlukan untuk menggarap tanaman wajib tidak boleh melebihi tenaga dan waktu yang diperlukan untuk menanam padi.

(5) Mereka yang tidak memiliki tanah wajib bekerja selama 66 hari setahun di perkebunan milik pemerintah.

(6) Penggarapan tanaman wajib di bawah pengawasan langsung penguasa pribumi. Pegawai-pegawai Belanda mengawasi jalannya penggarapan dan pengangkutan.

Prinsip yang pertama dipergunakan menurut model yang telah lama berjalan di Priangan, terkenal dengan Preanger-Stelsel atau seperti yang dipakai oleh VOC penyerahan wajib. Dalam sistem ini pungutan dari rakyat tidak berupa uang tetapi berupa hasil tanaman yang dapat diekspor. Aturan yang digunakan yaitu, seperlima tanah garapan rakyat yang ditanami padi di desa, wajib ditanami dengan jenis tanaman ekspor dengan memakai tenaga yang tidak melebihi tenaga untuk menggarap tanah untuk padi.

Bagian tanah itu bebas dari pajak. Surplus dari hasil penjualan diserahkan kembali kepada desa. Kegagalan panen akan menjadi tanggung jawab pemerintah. Namun, dalam pelaksanaannya terjadi penyimpangan luar biasa. Rakyat justru sangat terbebani, karena mereka diharuskan bekerja dengan waktu lebih lama untuk mengurus tanaman ekspor daripada mengurus padi, ditambah dengan adanya kewajiban kerja rodi.

Sistem tanam paksa yang diberlakukan sejak tahun 1830 secara resmi berakhir pada tahun 1870 (tetapi di beberapa daerah seperti Priangan baru berakhir pada awal tahun 1917). Walaupun sangat menguntungkan Belanda, seperti dalam sebuah laporan yang menyebutkan sejak tahun 1831 hingga tahun 1877 perbendaharaan Kerajaan Belanda telah menerima 832 juta gulden, sistem tanam paksa tetap dihapuskan, setelah kemenangan golongan liberal di parlemen Belanda yang menentang pelaksanaan sistem tanam paksa yang dianggap menyengsarakan rakyat negara terjajah.

Sebagaimana yang diungkap dalam sebuah buku novel berjudul Max Havelaar, yang ditulis oleh Eduar Douwes Dekker (1820–1887) dengan nama samaran Multatuli. Buku ini mengungkapkan keadaan pemerintah kolonial yang bersifat menindas dan korup di daerah Lebak, Banten.

Dari sejarah kelam pertanian Indonesia, banyak pelajaran yang dapat kita ambil. Baik dari nilai sejarah, kemanusiaan, pembendaharaan, dan otoriter pemerintah. Selain itu kita bisa belajar hal baiknya dari culture stelsel kita mengetahui barang-barang komoditi dunia. Dari tanam paksa kita belajar untuk melakukan manajemen. Dan dalam hal birokrasi yang sehat merupakan kunci terbaik berjalannya suatu negara, sudah kita ketahui VOC yang pernah berdiri menjajah Indonesia 2,5 abad hancur begitu saja hanya dengan adanya korupsi orang dalam. Bisa terbayang Indonesia yang baru berumur jagung, dengan korupsi birokrat yang meraja rela. Akan sampai kapan negara ini bertahan ?

:Pengalaman adalah yang mengajarkan kita untuk meminimalisir kesalahan sampai semuanya MENDEKATI SEMPURNA !? @dayat

5 komentar:

  1. untuk indonesia, belajar dari pengalaman,jangan mengulangi kesalahan yang sama.

    BalasHapus
  2. Menurut ane isi blog sista sudah bagus sis, tapi untuk profil perlu dilengkapi lagi ye sis biar lengkap hehehe :)

    BalasHapus